Senin, 15 Agustus 2011

Gadis penjual jus


Aku tergopoh gopoh membawa beberapa jus yang akan dijual hari ini. Cukup banyak yang harus dihabiskan dan membawa beberapa uang untuk makan malam hari ini. Hanya saja sedikit keterlambatan membuat aku sedikit pesimis. Tak hanya itu, langit yang terlihat sedikit gelap dan berat -begitu ungkapanku menjelaskan langit yang siap menurunkan hujan- aku melenguh kesal dan putus asa.

“hufhhhh……”

Kulangkahkan kaki perlahan berusaha tetap tegas dan tersenyum seperti biasa. Sambil menjajakan daganganku, aku tersenyum pada beberapa orang yang melintas. Meskipun kadang aku harus sedikit kesal karena tidak ada respon yang berarti atau hanya sekedar menggelengkan kepala saat aku menawari mereka.

Aku harus bergegas mengantarkan pesanan ibu di ujung jalan, sebelum langit memuntahkan airnya. Kupercepat langkah kakiku. Sambil tetap menawarkan daganganku. Belum ada hasil. Aku menarik nafas panjang. Lelah. Fiiiuuhhh..

Kuketuk pintu rumah ibu itu dan memberikan pesanannya. Kemudian mengucapkan terimakasih karena dia akan memesan lagi buat esok. Kulangkahkan kaki pergi meninggalkan rumahnya. Rintik hujan sudah membasahi tanganku yang membawa jus jualanku. Tetesan hujan pertama, kedua, ketiga… ahh tidak.. semakin deras. Aku mencari tempat berlindung. Bukan untuk menyelamatkan  diriku dari terpaan hujan yang seolah tidak merestuiku atas keterlambatanku berjualan hari ini. Tapi melindungi daganganku. Bagaimana menghabiskan jualan sebanyak ini jika aku tetap diam disini. Pikirku. Aku hanya terdiam. Bingung.

Kemudian datanglah dia, tidak begitu tampan tapi cukup menarik. Aku hanya berharap dia mau membeli daganganku meski hanya satu. Kucoba menawarkan kepadanya. Dengan senyum yang sedikit kupaksakan karena udara sangat dingin memaksaku menggigil. Dia tersenyum. Manis. Kemudian bertanya “berapa satu gelas?” kusebutkan harganya dan akhirnya dia membli beberapa. Aku bersukur dan berterima kasih padanya sambil berusaha menetralisir perasaanku yang bereaksi berlebihan melihat dia.
Hujan belum juga reda. Sementara, aku semakin kedinginan. Dia mengeluarkan ponselnya, yang kuperhatikan adalah keluaran terbaru. Yang pasti juga tidak mungkin kubeli dari hasil penjualanku selama setahun. Kemudian dia berbicara sepertinya dengan ibunya. Bukan bermaksud menguping hanya saja terdegar secara tidak sengaja.

“iya ma.. Arya kejebak hujan. .. iya.. bentar lagi…. Arya langsung pulang kok….” Dia tersenyum .. tulus.  Seperti membayangkan ibunya ada dihadapannya sekarang. Ah manisnya dia.

Tak kuduga dia melihatku yang sedikit mencuri pandang karahnya. Kemudian melanjutkan berbicara diponselnya “mama mau Jus?.... emhh” kemudian bertanya kepadaku. “ada jus apa lagi dik?” Aku menyebutkan beberapa yang ada di keranjangku.  “iya.. gak pake es kan ma… Om Danu?  Ika? oke… da mama”

Kemudian dia membeli beberapa lagi. Mungkin ada tamu, pikirku. Berkurang cukup banyak. Aku berterima kasih kepada pria baik ini. paling tidak beberapa terjual hari ini dan aku tidak pulang dengan tangan kosong.
Hujan sudah sedikit mereda. Reda sedikit lagi aku akan lanjut berjalan. Pikirku sambil menutupi daganganku. Dia masih disana. Dengan ponselnya. Masih terlihat segar dengan tetes air yang tinggal dirambutnya meskipun  kaos Hijau mudanya sedikit basah…..

Aku memuruskan menerobos hujan yang tinggal rintik rintik. Sebelum aku beranjak, sebuah mobil sedan menepi kearah ku berteduh. Tepatnya kea rah dia, Arya. Seorang perempuan duduk dibelakang kemudi. Cantik dengan rambut ikal yang digelung rapi dan  tersenyum. Cantik. Sangat sangat cantik. Dan….
“sayaaang.. ayo cepet masuk.. mama nyuruh aku jemput kamu” ucap perempuan itu. Arya tersenyum.
Sambil membawa beberapa jus yang dibelinya tadi dia masuk ke mobil itu. Dan .. ah mereka tertawa.  indahnya

“ Dik, mau ikut?” Tanya dia. Aku menggeleng cepet. Mengingat daganganku yang masih harus ku jajakan. “terima kasih mas.. mbak” ucapku padanya dan pada perempuan itu. Perempuan itu pun tersenyum. Sempurna, benar benar pasangan yang sempurna, pikirku.

Aku melangkahkan kaki menembus hujan yang meninggalkan titik titik gerimis. Dengan ucap syukur dan kesadaran aku tersenyum. Mungkin aku tidak pantas mengaguminya. Bahkan menyimpan rasa.  Dia begitu sempurna. Sedang aku hanya gadis penjual jus…

Aku melangkah lagi. Kembali kedalam kenyataan…..


0 comments:

Posting Komentar