Kamis, 31 Maret 2016

PerfecTea

Seperti rasa yang telah pulang. Menggenapkan rindu.

Aroma vanilla. pikirku.
Ya, kau begitu menyukai aroma vanilla. pun demikian dengan tubuhmu. Seperti sudah ditakdirkan bersama, vanila dan aroma tubuhmu membaur begitu memikat. Hangat dan Manis.

Aku menghela cardigan broken white kesayanganmu yang sengaja kau tinggal. ' untuk mengurai rindu ' katamu. Masih ada aroma vanilla dan tubuhmu tertinggal disana.

*
Ting....

Bandul di pintu masuk berbunyi, ada seseorang masuk. Seduhan teh ku hampir selesai ketika kulihat kau di depan pantry , mengamatiku mengaduk secangkir teh.

Bibirku bergumam pelan "Vanilla green tea?" tanyaku hati hati menawarkan.

Senyum sumringah mu sehangat aroma vanilla mengiringi anggukan kecilmu.
Ah ya itu kau... merentangkan tangan.
Aku berlari kecil kearahmu. Menyambut pelukan hangat beraroma vanila yang menggenapkan rinduku.

Masihkah perlu ku urai rindu, jika setiap aroma yang ku hela menitipkan harummu. Sempurna sudah, Rindu ini milikmu.



Merindu,
Amaliani.

posted from Bloggeroid

Kamis, 17 Maret 2016

Menyublim Percaya

Tidak usah bilang semua baik baik saja.

Hatiku tidak akan pernah baik baik saja seperti sebelum semua ini terjadi. Tidak akan pernah.

Tidak sekali aku merasakan sakit seperti ini. Dua kali. Dari orang yang berbeda. Yap. Kedua orang tua ku sendiri. mungkin ini memang sekuens yang sudah kuputuskan sendiri sebelum aku lahir. Tapi rasanya tetap saja menyakitkan.

Dikhianati oleh orang tua sendiri.
Bagaimana aku bisa percaya ada cinta sejati? kalau cinta orang tua yang katanya paling tulus itu, berkhianat.

Bukan hanya satu. Tapi DUA. Ya mereka egois lebih dari siapapun. Peduli apa mereka dengan perasaan ku? perasaan kami, aku dan adikku. Mereka hanya peduli pada dirinya, pada kebahagiaannya.

Tidak akan pernah semuanya baik baik saja.
Semuanya berubah. Pengkhianatan itu menghancurkan semua rasa percaya ku.

Tidak usah berpura pura baik padaku.
Aku sudah tidak percaya lagi pada ketulusan itu.

Wajah polos, yang seolah olah menderita, kemudian memintaku untuk memaklumi. Bullshit. Tidak ada pengkhianatan yang pantas dimaklumi.

posted from Bloggeroid

Merayu Hati

"Karna kita pernah merasakan bahagia bersama, perpisahan itu terasa berat."

Kalimat itu seperti akan menghacurkan benteng pertahananku. Yang kubangun kokoh dalam perjalanan sepulang mengantarkanmu kembali ke rutinitasmu, Borneo.

Sepanjang jalan dari tempat itu, tempat kemarin aku menjemputmu juga, aku berusaha tersenyum, berdamai dengan hati, merayu "Perpisahan ini hanya sementara. Sebelum menjadi selamanya."

Mengingat kembali senyummu, tawa mu yang terdengar ringan saat kita bertingkah seperti anak anak. Ah ya... rindukah namanya, jika aku menginginkanmu ada disini sementara belum genap satu lingkaran penuh jarum jam berputar? "Rindu"kah namanya jika aku masih mendengar sayup suaramu merayuku sendu, bahkan ketika pesawatmu telah terbang tinggi membawamu menjauh dariku? "Rindu" kah namanya jika masih kurasakan hangat genggamanmu yang menenangkanku?

Hei, pertahananku jebol, hancur berantakan... Kebersamaan ini terlalu singkat untuk membenci perpisahan kan?
Kau terlalu membuatku merasa nyaman. Hingga aku takut kembali sendiri.

Tak bisakah kau merayu hatiku untuk tidak terlalu manja?

posted from Bloggeroid