Rabu, 07 November 2012

Maaf yang menggantung


"Kapan lagi Alika?" tanya mama lembut.
tapi aku tahu, dibailk kelembutannya, ia menyimpan harap yang sangat besar. hanya satu harapannya sejak aku mendapatkan pekerjaan itu, ia ingin melihatku menikah. memiliki pendampinghidup, kata ibu begitu.
 Sudah berkali kali, bahkan aku hapal sekali bentuk bentuk pertanyaannya.
"Udah ada calonnya?"
"Orang mana nih calonnya Alika?"
hingga pertanyaan...
"Duh mbak, ntar kalo mbak gak merried, kapan dong saya merriednya?" ucap sepupuku guyon.
Aku hanya tersenyum saja, memberikan jawaban paling sempurna dengan lengkungan bibirku yang artinya aku tidak ingin menjawab apa apa.
Malam ini mama mengundang temannya datang makan malam, bersama seorang anak laki lakinya. Perjodohan. ah, cerita lama pikirku. Aku hanya berbasa basi sekedar menjaga sopan santun.
tak ada lagi alasan untuk menunda pernikahan, bisik mama seraya keluar dari kamarku. Aku terdiam.

Pikiranku tak lagi bisa terkoneksi dengan bibirku, seolah olah mereka bekerja sendiri sendiri dalam mode default, pun begitu dengan hatiku, tak lagi dapat merasa lebih tegar sedikit lagi untuk tidak memancing gravitasi air mata.

Ma maafkan aku, tak pernah terbayangkan wajah cemasmu saat usiaku mulai bertambah dan kau belum menyebarkan kabar bahagia itu.
Ma  maafkan aku, telah memberikan seluruh hatiku pada pria lain,
lelaki yang kuharapkan akan memanggilmu ibu, 
lelaki yang kuharapkan akan menjadi imamku,
lelaki yang ku harapkan akan selalu kutunggu kedatangannya setiap hari.
yang akan dengan bangga kau perkenalkan pada yang lain.
dan dia pula yang tanpa permisi pergi begitu saja.
membawa seluruh hatiku yang utuh.
maafkan aku ibu, telah ceroboh memberikan seluruh rasaku padanya. 
Menitipkan seluruh hatiku padanya,
Hingga tak ada lagi yang tersisa 
selain asa 
selain luka.

Ayah, maaf...
Tak bisa kutemukan lelaki yang kau impikan
lelaki yang kau harap lebih baik darimu.
yang bisa memberikan apa yang kupinta,
yang bisa menjagaku lebih baik darimu,
lelaki yang kau pintakan juga untukku dalam setiap doamu.
aku mencintai dia 

Maafkan aku
Hati ini telah dimiliki oleh dia, 
Tak ada lagi sisa hati yang pantas untuk sekeping hati yang lain.

Pikiranku ingin meneriakkan kata kata itu dengan lembut di pelukan orang tuaku. Tapi badanku kaku. Hanya buih putih keluar dari bibir merahku. Setelah hampir sebotol ku telan obat tidur.

beberapa menit berikutnya tak lagi kudengar mama berteriak....

"Alikaaaa..........." sambil memeluk tubuhku yang terbujur kaku.






0 comments:

Posting Komentar