Selasa, 22 Juli 2014

Dear Pak Presiden Terpilih

Selamat dini hari pak,
Saya belum cukup berintelektual untuk bisa menulis surat terbuka kepada presiden terpilih. Saya tidak cukup cerdas untuk tahu bagaimana idealnya seorang pemimpin, saya juga tidak tahu siapa seharusnya yang menjadi presiden. Iman saya juga masih secuil untuk menilai apakah Bapak termasuk pemimpin yang Dzalim atau tidak. Saya bukan Tuhan pak.

Saya secara pribadi mendukung Bapak menjadi presiden. Belajar dari kerja nyata yang bapak lakukan. Tidak salah, kalau rakyat, yang dikatakan mereka 'bukan kaum intelek' seperti saya, menginginkan bapak menjadi Presiden. Indonesia merindukan pemimpin yang mau turun langsung ke rakyat pak.

Tapi, melihat kekacauan setelah keputusan KPU. Jujur saya sangat kecewa dengan kaum intelek di negeri ini yang tidak bisa legowo menerima kekalahan. Saya berpikir untuk persatuan bangsa. Serahkan saja tampuk kepemimpinan ke 'Macan Asia' pak. Meskipun selama ini saya tau Indonesia masih menjadi Macan Asia.

Serahkan saja tampuk kepemimpinan kepada mereka yang tidak bisa legowo menerima kekalahan. Seperti itukah pemimpin yang ideal, Pak?
Bukankah salah berbesar hati adalah salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki pemimpin?

Mungkin seperti itulah seharusnya Pemimpin. Mungkin orang orang penyebar fitnah dan ketakutan seperti mereka yang layak menjadi penerus bangsa ini. Tidak seperti saya. Rusak sekali moral bangsa ini sekarang. Menindas yang kecil demi menjadi Macan Asia. Bukankah menaklukkan diri sendiri adalah hal yang lebih penting dari sekedar berusaha menyaingi bangsa lain Pak? Bagaimana kita dapat berkomentar terhadap kerusuhan pendukung tim sepak bola di Indonesia selama ini, jika calon pemimpinnya juga memiliki mental yang sama.

Entahlah. Saya harap jika KPU dan MK memutuskan Macan Asia itu jadi pemimpin, kita semua dapat berbesar hati Pak.

Mungkin seharusnya kita tidak perlu menjadi Macan Asia yang Egois.

Tapi serahkan saja kepemimpinan ini kepada Macan Pak.
Biarkan mereka menggerogoti kekayaan bangsa ini, menebar ketakutan seperti dulu, membela kepentingan mereka, mengganti harta mereka yang habis karena kampanye.
Biar terbuka mata kaum intelek.

Saya tidak cukup intelek untuk berkomentar apapun seharusnya pak.

posted from Bloggeroid

0 comments:

Posting Komentar