Sabtu, 22 Desember 2012

Realitas

Kau membuat realita menjadi cinta yang tidak realistis.


"Lo nyadar gak sih Dry?" Theo sedikit membentak.
Audry diam, sedikit terkejut.

"Cinta lo gak realistis." Theo berkata lagi pelan. Hampir menyerah menghadapi sahabat perempuannya.

"Bagian mananya yang gak realistis Theo? Gue sayang Indra, Indra juga. Cuma kami sedang sibuk aja." Audry membela diri.

"Berapa kali dia nanya keadaan lo dalam satu minggu? Berapa kali lo ngkhawatirin keadaan dia?"

"Kita udah dewasa, gak perlu tiap saat BBM an atau telponan kan?"

"Kalo dia sayang sama lo, gak bakal pernah dia lewatin satu hari pun tanpa tau kondisi lo, gak bakal dia bandingin lo sama cewek lain, dia gak baka tega buat lo nunggu, buat lo nangis kayak gini." Theo menunggu Audry membantah. Audry diam.

"Udah berapa kali bajingan itu janji sama lo, gak ditepati?" Theo menggeram.

"Yo..." Audry menahan tangis.

"Oke, lo ikut gue sekarang." Theo tak menarik tangan Audry. Hanya membawakan tas berwarna camel milik Audry. Audry bergegas menyusul Theo.

Gue udah bilang berkali-kali Dry. Lo gak pernah mau dengerin gue, Dry.
Bisik Theo dalam hati.

Theo menghentikan langkahnya didepan sebuah cafe. Melihat kebalik kaca jendela cafe tersebut dengan tatapan kosong. Audry berhenti disamping Theo. Mengikuti arah pandang Theo.

Indra, lelaki yang sejam lalu membatalkan janji bersamanya sedang menggenggam tangan perempuan dihadapannya.

"Farah?" Ucap Adry tertahan. Menoleh kepada Theo, meminta penjelasan.

"Ini yang selalu lo bilang cinta yang realistis? Pacaran orang dewasa? Sh!t..." Theo memaki pelan. Audry terdiam. Theo menarik tangan Audry menjauhi tempat itu.
Audry tak banyak bicara.

"Sejak kapan lo tau?" Suara perempuan itu sedikit parau.

"Sejak gue ngerasa hubungan gue dan Farah gak se- realistis yang lo bilang, Dry"



Realita-nya kau tak memberikan cinta. Tapi kenapa sakit ini terasa nyata?



posted from Bloggeroid

0 comments:

Posting Komentar