Selasa, 09 Maret 2010

mimpi sang Pemimpi

Perempuan itu berlari kecil menuju kampusnya. Tempat dia mencari jati diri siapa dia sebenarnya. Dia sendiri bahkan masih mencari siapa dia, dan untuk apa dia ada disini, di dunia ini. Siapa sih dia dari sosok luarnya, dia adalah seorang mahasiswi FKM USU stambuk 2008. Perempuan kelahiran tahun 1990 yang kini berada pada posisi departemen KPP HMI komisariat FKM USU itu sebenarnya tidak terlalu istimewa. Yang ia ingat bahwa sebuah kalimat dari orang yang baru dikenalnya saat pertama menginjakkan kakinya di kampus itu menguatkan hatinya bahwa ia bisa, dan mampu seperti remaja lainnya. Kalimat itu adalah “saya berasal dari keluarga yang biasa biasa saja, bertempat tinggal di daerah yang biasa biasa saja dan memiliki masa lalu yang biasa biasa saja. Namun saya punya keinginan untuk jadi Luar Biasa” begitulah penuturan orang tersebut saat memperkenalkan dirinya. Dan membuat perempuan itu berjanji dalam hatinya bahwa ia harus berusaha jadi Luar Biasa.
‘dari mana aku memulai. ?’ pikir Perempuan itu. Sebuah tawaran mengajaknya untuk terjun kedalam satu organisasi mahasiswa bernama HMI. Diawali oleh MOP pada tahun 2008, sesuatu yang membuatnya terus ingin menyelami lebih dalam lagi kebebasannya mencari pengetahuan, memenuhi hasrat keingintahuannya, organisasi itu memenuhi semua kebutuhannya, memfasilitasi keinginan hatinya merasakan kebebasan kesetaraan antara laki laki dan perempuan dalam belajar dan berproses. Semuanya hampir dia peroleh saat itu. Namun ada suatu hambatan, status, ya statusnya sebagai anggota muda menahan dia untuk berproses lebih. Dengan keinginan yang cukup kuat, meskipun ia tau hanya memiliki pemahaman yang terbatas karena ia hanya berasal dari sebuah kota kecil bernama Pematang Siantar, ia menerima tawaran untuk mengikuti LK 1 HMI cabang Medan pada tahun 2008. Dan semangat yang tertahan itu meluap lebih besar lagi pada pelatihan itu. ’setelah ini aku harus mencari sesuatu yang baru, ada lagi yang berikutnya seperti mereka’ pikirnya...
Terlalu semangat kah perempuan itu? Seperti apa dia, dia tak secantik cinderella, seperti yang dikatakan di awal ia hanya seorang perempuan dengan tubuh gemuk, yang membuat pipinya terlihat lebih lucu dari perempuan lain seusianya, wajahnya yang terlihat sedikit lebih muda dipadukan dengan tinggi badan yang tidak terlalu tinggi membuatnya bisa dikenali sebagai anak sekolahan, bukan anak kuliahan. ’siapa peduli’ pikirnya acuh. Kecantikan Cleopatra siapa tahu? Dari beberapa tulisan yang menggambarkan Cleopatra, yang selama ini digambarkan cantik secara fisik, ternyata tidak begitu. Secara fisik Cleopatra juga biasa saja. Tidak tinggi, agak gendut, digambarkan lehernya yang gemuk, secara kiasan disebut ”gulungan Venus” dan dengan hidung bengkok, telinga panjang dan dagu mencuat. Begitu referensi yang dibacanya. Lantas apa yang membuat Cleopatra dijadikan lambang Kecantikan? Kecantikan Cleopatra terpancar dari kecerdasannya, ia dapat berbicara 9 bahasa, memiliki kharisma yang kuat, memiliki keagungan sejak dini, dan memiliki daya tarik serta berjiwa pemimpin. ’...percakapannya menawan luar biasa..” dan ”perbincangannya menggoda.. karakternya yang merasuk dalam tindakannya ... begitu memesona tak terkatakan... bunyi dan suaranya manis..” begitu ditulis oleh Plutarch. Kebijaksanaan dan kecerdasan Cleopatra dipuji dalam kepustakaan Arab dan Kopti. Dari Referensi seperti itu alasan fisik yang kurang sempurna mampu dihapusnya dari daftar penghalang mimpi mimpinya. Selama masih ada segaris lengkung yang bisa ia berikan kepada orang lain yang membuat orang lain merasa tenang, lengkung yang ia sebut senyum.
Senyum, identik dengan orang yang ramah, baik, sopan. Yang pasti takkan terkesan angkuh. Begitu juga penilaian orang terhadap perempuan itu, yang justru lebih terkesan childish atau kekanakkanakan. Karena senyumnya atau tingkahnya yang memang masih seperti anak anak. Keegoisannya memperkuat pandangan orang bahwa ia masih kekanakkanakan. Padahal salah satu ciri dewasa adalah bisa mengambil keputusan dan berani bertanggung jawab terhadap keputusannya itu. Dan bagi perempuan ini, ia selalu bisa mengambil pilihan diantara dua atau beberapa pilihan. Prinsipnya, memilih semuanya, atau tidak memilih sama sekali adalah juga pilihan. Dan baginya hal itu sudah termasuk dewasa. Penilaian subjektif memang. Tapi itu lah ia.
Hal lain yang ia percaya, ketika ia mengikuti sebuah tes kepribadian disebuah jejaring sosial di internet. Hasil yang didapatnya adalah dia seorang Koleris. Yang kuat, berkemauan keras, dan suka dengan tantangan tantangan. Kekanak kanakan yang tampak mungkin sebagai perpaduan antara sifat remaja putrinya dengan semangatnya yang tinggi. Seperti itulah dugaannya sampai saat ini. Namun keinginannya yang keras bergabung dengan sikap egoisnya membuat dirinya terlihat lebih keras kepala dibanding dengan teman teman yang lainnya. Ia juga kadang menyadari hal itu, namun ternyata sangat sulit mengontrol sifatnya yang satu ini. Bahkan dalam sebuah perdebatan, ia tidak ingin statement nya disalahkan atau ditolak bagaimana pun, minimal harus diambil jalan tengah dari perdebatan itu asalkan penyataannya tidak ditolak. Ketika usai perdebatan, barulah ia memikirkan apa yang benar dan apa yang salah dan bagaimana seharusnya. Namun kembali lagi, sifat kolerisnya itulah yang membuatnya bertahan pada mimpi-mimpinya sampai sekarang. Sifat yang berkata ” ya..pasti jadi...” maka apapun rintangannya harus dihadapinya. Sekalipun ia terjatuh berkali-kali. Harus mengais semangat yang tinggal sedikit, ia tetap berusaha mencapai mimpi yang sejak awal ia tanamkan untuk mewujudkan eksistensi dirinya sebagai manusia.
Penah dalam satu kali diskusi, pemateri yang akan menyampaikan materi padanya merasa tidak nyaman, merasa bahwa anak perempuan ini tidak serius mengikuti jalannya diskusi itu, bahwa perempuan itu hanya ingin bermain main. Tapi sang pemateri terhormat tidak mengetahui bagaimana kuat keinginan nya tuk melanjutkan diskusi itu. Karena pemateri melihat selama jalannya diskusi dia tidak bisa duduk diam dan mendengarkan saja. Akhirnya setelah beberapa waktu berselang, dalam sebuah training yang dilakukan oleh HMI komisariat FKM USU berupa Training of Trainer, diketahui ternyata anak perempuan itu memiliki gaya belajar kinestetis yang lebih menyukai gaya yang menggunakan gerakan. Benar perempuan itu sangat sulit untuk diam dan mendengarkan saja.
Seperti prinsip pengadopsian prilaku dalam perubahan prilaku yang dikemukakan oleh Rogers, yang mengatakan bahwa sebelum mengadopsi perilaku baru, didalam diri seseorang akan terjadi proses yang berurutan yaitu Awareness (kesadaran), Interest (ketertarikan), Evaluation (menimbang-nimbang), Trial (mencoba), dan kemudian Adoption (mengadopsi). Dalam proses pencapaian mimpinya oleh sang pemimpi kecil ini, ia telah melewati masa di atas hingga tahap Trial. Perempuan kelahiran 21 Nopember ini telah merasakan bagaimana HMI menyadarkannya bahwa ia seorang mahasiswa, bukan SMA kelas 4, bahwa ia seorang perempuan yang punya hak sama seperti laki laki, bahwa ia seorang khalifah. Dan dari semua kesadaran itu, akhirnya ia mulai tertarik melanjutkan proses yang telah dikonsep oleh para pengurus HMI komisariat FKM USU. Dengan metode diskusi perkelompok, kepanitiaan, Seminar, dan bedah buku. Ketertarikan itu terkadang sampai pada satu titik jenuh bagi perempuan itu. Jika sudah begitu dia akan sejenak menjauhkan dirinya dari proses yang disediakan dan melakukan evaluasi. ’benarkah yang ku pilih... mengapa mereka meragukan eksistensi HMI?.... bagaimana selanjutnya’ itulah pertanyaan yang seringkali berkeliaran dipikirannya jika ia terpuruk dalam keadaan jenuh mengejar mimpi-mimpinya. Namun pendekatan secara personal oleh para senior memudahkannya memperoleh jawaban dari pertanyaannya itu. Dan hasil evaluasinya adalah ia harus terus mencoba lagi... hingga saat ini dia masih sampai tahap mencoba, Trial, karena untuk memenuhi kriteria Adaption, ia harus berprilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Mimpi mimpinya yang dari awal di katakan bahwa demi mimpi itu cerita hidupnya terceritakan sebenarnya hanya mimpi sederhana. Awalnya hanya mimpi seperti kebanyakan seorang anak ketika dipertanyakan cita-citanya. ’aku ingin punya rumah sakit.. biar mereka bisa mendapat pengobatan gratis’ ah... mimpi itu masih ada dalam dirinya hanya dipoles lebih sempurna saja. Sempurna dengan cara yang ia tentukan sendiri. Dengan strategi yang ia susun dalam benaknya. Menjadi seorang kader, membuatnya lebih mengerti bagaimana keadaan sekitarnya. Membuatnya lebih sadar antara penyimpangan idealita dengan realita yang mengganggu sebuah sistem. ’Bagaimana aku dapat mewujudkan mimpiku... jika sekitarku belum dapat berubah menjadi lebih baik.. bagaimana aku merubah mereka jika aku belum berubah?’ itu pikirannya. Keinginannya menunjukkan eksistensinya sebagai manusia mendukung pertanyaan itu. Ia harus bisa membangun mimpi dalam dirinya. Menekankan cita citanya dalam benaknya. Ia harus bisa menyampaikan mimpi mimpinya pada orang lain. Ia harus bisa mengutarakan keadaan yang sebenarnya dan yang seharusnya kepada orang lain, dengan retorika yang cukup, dengan rasional yang cukup. Dia, perempuan itu, yang dalam pandangan masyarakat saat ini seharusnya tidak perlu menyibukkan diri dengan hal semacam ini yang di labeli tugas para laki laki, memikirkan dia harus bisa menanamkan semangat perubahan pada orang lain. Hanya untuk membuatnya menjadi ideal. Dengan mencapai tujuan HMI yang dipandangnya sebagai rangkuman dari cara nya mengaktualisasikan dirinya.
Siapa dirinya, hanya seorang perempuan yang ingin mengaktualisasikan dirinya lewat proses yang panjang. Menulis semua mimpinya, dirinya diantara kelebihan dan kekurangannya. Tuk kembali berproses dalam sebuah Latihan Kader Kohati. Perempuan itu bernama Titan Amaliani.

0 comments:

Posting Komentar