Kamis, 16 November 2017

Suatu Sore

Angin tak terlalu kencang, pun langit belum menjingga. Aku cuma terdiam di dermaga, seperti biasa, melihat horizon. Tanpa batas, luas, tenang yang menyimpan gejolak. Tiba tiba suara sepedamu terdengar mendekat, aku menoleh melihat sepeda kuning mendekatiku. Tak terlalu jelas kulihat wajahmu saat itu. Silau, matahari senja lebih terang dari wajahmu, tak bisa kupungkiri. 

Kau tidak bertanya apapun. Kau langsung duduk di sampingku. Aroma parfummu bercampur dengan aroma laut. Aku suka sekali. Ku hela nafas, menyesap aroma yang membaur itu pelan pelan. Menyimpannya dalam memori. Kau ikut memandang horizon tersenyum tipis hampir tak terlihat, khas gayamu sekali. 

"Kau pembohong." Ucapmu membuka obrolan.
Aku bingung hanya melihatmu. 
"Kau benci pembohong kan?" Tanyamu lagi. Tak perlu ku jawab, kau hanya meyakinkan kalau aku masih memegang prinsip yang sama. 
"Kau pembohong. Semua orang kau bohongi." Ucapmu masih melihat horizon. 
"Kau tersenyum. Tapi kau tidak baik baik saja." Lanjutmu menahan emosi dalam kalimat itu. 
Aku tersentak. Berusaha tidak goyah. Berusaha membangun pertahanan yang telah kau hancurkan hanya dalam beberapa kalimat saja. 

Tapi aku tak berhasil. Laut masih setenang tadi. Tapi tidak aku. Ada yang mulai menggenang, jatuh dalam diam dari mataku, dari hatiku. Kemudian aku tergugu. 
Terisak. Jujur pada diriku sendiri. Aku tidak baik baik saja. 

Kau masih melihat horizon. Tapi tanganmu menggenggam tanganku. Menguatkanku. 

Bagaimana bisa kau lihat aku tidak baik baik saja?



0 comments:

Posting Komentar