Selasa, 18 November 2014

Yuk mari menjadi Apatis

Heran dengan masyarakat sekarang. Demokrasi dinegeri ini kelihatannya sudah tidak terkontrol. tidak bisakah mahasiswa yang berpendidikan itu, orang orang yang berpendidikan itu menyampaikan pendapatnya dengan cara yang lebih santun?

Siapa yang mau BBM naik? saya juga tidak setuju. tapi apa saya harus ikut ikutan menolak kenaikan BBM dengan cara brutal yang dilakukan oleh mahasiswa 'cerdas' itu hingga harus bentrok dengan masyarakat yang 'katanya' diwakilinya.

saya pikir ada yang harus mengajarkan kita sopansantun. Bagian terkecil dari sebuah negara adalah keluarga (pelajaran PPKN zaman SD). Jika di keluarga kita diberikan demokrasi apakah demokrasi itu dilakukan dengan cara merusak barang barang milik bersama. berteriak teriak di depan kamar orang tua selaku peimpn negara kecil tersebut. Saya tau permisalan saya hanya permisalan sederhana. tidak secerdas apa yang dilakukan oleh orang orang 'cerdas' itu.

Ada cara lain, silahkan membuat petisi misalnya, atau mengajukan diskusi terbuka dengan presiden atau dengan hal hal lain yang menunjukkan bahwa mahasiswa adalah orang orang yang lebih berpendidikan. Saya takut, posisi mahasiswa sebagai agent of change dan agen social control mulai diragukan di masyarakat. Jika masyarakat mulai meragukan hal itu, bisa saja mereka bergerak sendiri. Masyarakat Indonesia adalah orang orang cerdas, banyak penemuan penemuan sederhana yang mereka miliki, meski tidak memiliki hak paten.

Bahasa bahasa yang dikeluarkan  pihak oposisi  dan mahasiswa sebagai agent of social control di media sosial bukan lagi kata kata yang mendidik. Bahkan beberapa diantaranya adalah kata kata kotor. Saya tidak tau bagaimana jalinan pertemanan mereka, namun saya yakin, di akun media sosial milik mereka tidak hanya terdapat mahasiswa mahasiswa 'cerdas' dengan gaya dan pola tingkah yang sama, Ada akun akun milik adik adik mereka, sepupu mereka, saudara saudara mereka yang mungkin belum se-idealis mereka. namun, apa perlu kata kata yang tidak mendidik itu menjadi santapan mereka sehari hari.

Bukankah di media sosial itu terdapat bagian Beranda atau Home. Apakah disitu hanya akan ada makian, kata kata kotor, sumpah serapah? tidak kah ada yang lebih mendidik? Menawarkan solusi misalnya. menawarkan pertemuan dengan pihak pemerintah misalnya, Petisi misalnya.

Dan jika ada orang yang berseberangan dengan pendapatnya, dengan ideologinya, mereka akan lebih murka lagi. Saya. Saya menjadi contohnya. Saya termasuk orang yang merasakan dampak kenaikan harga BBM, saya termasuk orang yang tidak setuju atas kenaikan BBM. lantas, apakah saya harus mengotori pikiran orang lain untuk membuat rusuh negara ini? karna saya mengerti saya tidak cukup cerdas untuk membuat penemuan pengganti BBM, sehingga saya bisa dikatakan belum merupakan bagian dari solusi, dan saya juga tidak mau menjadi bagian dari masalah perpecahan di negeri ini.

Akhirnya saya lebih memilih tidak terlalu peduli, karena, ketika saya berusaha menetralkan suasana, bullying di dunia maya tu terjadi. Bullying yang tidak terasa secara fisik. tau kan sakitnya kau dituduh tidak mencintai ibu pertiwi? mereka hanya tidak tahu bagaimana cara mencintai yang berbeda.

Mungkin jika ternyata suaraku tak dapat meredam kericuhan akibat kenaikan BBM, jika suaraku ternyata tak bisa menurunkan harga BBM,  setidaknya aku akan berusaha memperbaiki negeri ini dari sisi lain.

0 comments:

Posting Komentar